Klien: “Mas, desain company profile bisa selesai 1 hari kan?”
“Mau saya pakai ketemu mitra nih!”
Desainer: “Halo Pak. Company Profile baru bisa final bulan depan”
“Data berupa foto dan yang lain belum kami terima”
HAI BOSS, DESAIN TIDAK BISA INSTAN!
Ingat cerita fiksi Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang? Tentu cerita tersebut membuat orang berpikir bagaimana tega meminta dibangunkan 1000 candi dalam 1 malam. Ora masuk akal blass! Di kehidupan nyata, “cerita serupa” bisa terjadi dalam profesi bidang desain yaitu kasus “desain tidak bisa instan“. Sebagaimana tercurahkan dalam contoh dialog antara klien (pebisnis) dan desainer di atas. Jika sudah begitu, apa yang sepatutnya dilakukan? Klien dan desainer punya keputusan dan sudut pandang yang berbeda.
Klien punya banyak pilihan: mau tetap menunggu hingga desain jadi, tidak sabar menunggu dan mencari desainer lain, atau tetap memaksa company profilenya diselesaikan dalam 1 hari dengan kualitas seadanya. Berbeda dengan desainer yang cenderung tidak banyak pilihan: tetap mengerjakan, atau justru melepaskan project tersebut. Hal ini tidak akan terjadi jika klien dan desainer saling memahami brief.
Judul di atas memberikan dua sudut pandang yang memiliki konsekuensi berbeda. Desain bisa instan. Tetapi di satu sisi desain tidak bisa instan juga. Bagi yang menghendaki desain cepat dan praktis, desainer bisa mewujudkannya. Pakai template beres. Atau cari di internet kemudian diedit dikit-dikit. Pebisnis tidak perlu bayar mahal toh bisa selesai cepat dan desainer tidak capek. Hal tersebut bisa saja dilakukan, asal siap menanggung konsekuensi yang ada di depan mata baik untuk klien maupun desainer.
Reputasi desainer menjadi taruhan karena melakukan plagiarisme, miskin kreativitas, tidak beretika, mencuri karya orang lain, serta tidak menghargai dirinya sendiri sebagai pekerja kreatif. Konsekuensi yang diterima bisa berupa sanki hukum (dibawa ke pengadilan) maupun sanksi profesi (dikucilkan sesama desainer). Begitu juga pebisnis. Konsekuensi yang diterima lebih kompleks. Reputasi bisnisnya bisa hancur, dituntut secara hukum karena desainnya bermasalah, serta harus membangun ulang brand image nya mulai dari nol yang justru membutuhkan lebih banyak anggaran.
Pebisnis dan desainer yang bertanggung jawab tidak akan melakukan hal tersebut dan tentu memilih desain yang tidak instan. Desain yang bagus (komunikatif dan estetis) membutuhkan proses. Kreativitas dan ketrampilan desainer tidak ujug-ujug muncul. Proses desain tidak bisa instan, karena pada dasarnya seorang desainer butuh “riset” dengan cara merenung, berdiskusi, mencoret-coret, membaca, atau mengamati sesuatu demi menemukan ide brilian. Dan yang lebih penting, desainer perlu memahami “Design Knowledge” sebagai landasan berkarya.
Yasraf A. Piliang seorang dosen FSRD ITB dalam pengantar buku DESAIN, SEJARAH, BUDAYA karya John A. Walker, menyampaikan bahwa “Design Knowledge” mengandung 4 (empat) substansi desain yang saling berkaitan yaitu: Theoretical, Process, Practice, dan Object.
Theoretical knowledge merupakan pengetahuan aspek teoritis desain (komunikasi, estetika, semiotika, elemen & prinsip desain, dsb). Process knowledge dipahami sebagai pengetahuan metodologi / tahapan berkarya di bidang desain. Practice knowledge mengarah pada pengetahuan tentang kegunaan, fungsi, utilitas desain (hardware, software, perkakas). Object knowledge fokus pada pengetahuan tentang struktur, bentuk, material, dan kualitas luaran karya desain.
Paparan di atas menunjukkan bahwa desain diawali dari theoetical sebagai landasan awal berkarya. Desainer harus paham apa yang akan dirancang, mampu melakukan tahap demi tahap, bisa mengoperasikan perangkat, serta mengerti bagaimana menghasilkan karya yang sesuai dengan kebutuhan pebisnis. Desain tidak bisa instan karena butuh belajar baik secara akademis maupun praktis/pengalaman untuk mengintegrasikan empat aspek tersebut. Begitu juga dengan pebisnis harus memahami bahwa dibalik sebuah project terdapat hal kompleks yang menjadi tanggung jawab desainer.
Related post: Peran Desainer Grafis Dalam Pembuatan Media Promosi
Bagaimana mengimplementasikan “Design Knowledge” dalam project desain?
Mari kembali pada contoh dialog antara klien dan desainer di awal tulisan ini tentang project Company profile. Pebisnis harus jelas company profile seperti apa yang dibutuhkan: apakah dalam bentuk book, video, atau website. Informasi awal ini sangat berguna bagi desainer. Persiapan yang perlu dilakukan desainer yaitu memahami substansi company profile, mengumpulkan data profil utama dan pendukung klien, wawancara visi misi, mempelajari atribut klien (brand, logo, warna, dsb), serta penyiapan aset untuk dieksekusi dalam desain. Perbedaan bentuk company profile memiliki perencanaan yang berbeda, sebagaimana bisa dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1. Implementasi “Design Knowledge” dalam project Company Profile
Sumber: Toto Haryadi, 2020
|
Theoretical | Process | Practice | Object |
Book | Karakteristik media buku, bahasa rupa buku, selingkung, teknik parafrase, CMYK colour, high resolution, dsb | Merangkum beragam informasi menjadi teks, mencari referensi style buku company profile, trend design printed media | Olah teks dan gambar menggunakan pengolah grafis bitmap/vector; mengatur design
layout, komposisi, pemilihan font, dsb |
Ukuran (A5/A4/B5/dsb), kertas, cover, packing |
Video | Karakteristik media video (audio visual), bahas rupa video, storyline, skenario, sinematografi, camera angle, camcorder resolution, dsb | Brainstorming konsep penyajian cerita, membuat storyline dan storyboard, mencari referensi style video company profile, take video, record audio | Olah teks, narasi, gambar menggunakan pengolah audio visual; mengatur motion, transition, cut, effect; color grading, menambah backsound, dsb | Format movie (mp4, avi, mov, mkv, dsb); platform publish (desktop, smartphone, youtube, dsb), distribution (online, CD) |
Website | Karakteristik hypermedia (interactive multimedia), bahasa rupa website, user interface, user experience, domain, workflow, single page-multipage,dsb | Braisntorming tampilan website, menentukan flowchart, membuat sketsa user interface (icon, button, page) | Olah workflow, user interface, page menggunakan pengolah grafis, coding menggunakan pengolah pemrograman, mendaftarkan domain, dsb | URL publish, format website (regular, responsif), platform publish (desktop, smarphone), appearance model (single page, multi page) |
Related post: Logo Perusahaan, Bagian Paling Sering Terlupakan Dalam Proses Desain
Tabel di atas menunjukkan bahwa “Design Knowledge” bisa diterapkan untuk berbagai jenis project desain sesuai kebutuhan klien. Output yang berbeda tentu membutuhkan theoretical, process, practice, serta akan menghasilkan object yang berbeda pula. Hal ini juga menunjukkan bahwa apapun yang dikerjakan desainer tidak bisa instan, dan pasti melalui proses panjang. Dibalik karya dari sebuah konsep “desain tidak bisa instan“, tersembunyi pengetahuan, proses, ketampilan, serta kualitas karya itu sendiri.
Terima Kasih,
Toto Haryadi, S.Sn, M.Ds
Dosen DKV UDINUS & Praktisi Multimedia
083877060720 / haryaditoto@gmail.com