Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK nomor 51 tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan. Namun selama 3 tahun ini perkembangan Keuangan Berkelanjutan di Indonesia masih membutuhkan perhatian. Oleh karena itu, menurut OJK perlu mempunyai taktik mendorong keuangan berkelanjutan.
Perkembangan Keuangan Berkelanjutan di Indonesia
Menurut POJK nomor 51 tahun 2017, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) wajib menyampaikan Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB). Beberapa jenis LJK sudah harus menyampaikannya pada tanggal 1 Januari 2019. Mereka adalah bank-bank BUKU 3, BUKU 4 dan bank asing. Sampai September 2019 OJK menyebut bahwa baru 5 bank yang memenuhi RAKB sesuai ekspektasi dari total 54 bank yang termasuk kategori tersebut.
Tapi pada akhir tahun 2019 dan awal tahun 2020, situasi berubah. Portofolio pada kegiatan bisnis berkelanjutan pada 2019 mencapai Rp763 triliun atau 9% dari total pembiayaan.
Bakan satu bank telah menerbitkan Obligasi Keberlanjutan Global (Global Sustainability Bonds), yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (kode saham: BBRI) senilai USD500 juta. Obligasi ini mengalami permintaan 8 kali lebih banyak daripada jumlah penawarannya. Obligasi Keberlanjutan adalah obligasi yang dananya disalurkan kepada proyek atau perusahaan yang memiliki perhatian kepada keberlanjutan sosial dan lingkungan hidup.
Sementara per September 2020, sudah ada beberapa bank yang menyampaikan keterbukaan informasi terkait RAKB. PT Bank Negara Indonesia Tbk (kode saham: BBNI) sudah menyatakan akan memberikan prioritas terhadap pembiayaan di kegiatan usaha berkelanjutan. Langkah-langkah menuju Keuangan Berkelanjutan juga dijelaskan oleh bank nasional ini.
Selain itu PT Bank Mayora telah menyalurkan kredit ke 12 sektor usaha keberlanjutan sampai dengan September 2020 dengan total plafon mencapai Rp331,57 miliar. Pencapaian ini sudah hampir sampai target awal tahun dalam RKAB yaitu Rp375 miliar.
Maka Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, berani menyatakan bahwa pengembangan program keuangan berkelanjutan telah mencapai banyak kemajuan. Bahkan The Sustainable Banking Network (SBN) Global Progress Report melaporkan bahwa Indonesia sudah cukup matang dalam hal keuangan berkelanjutan. Menurut Wimboh pencapaian tersebut masih akan diperkuat dengan taktik mendorong keuangan berkelanjutan berikut.
Taktik Mendorong Keuangan Berkelanjutan Menurut OJK
Taktik #1: Menjamin Tersedianya Program Yang Sistematis Dan Masif
Perkembangan Keuangan Berkelanjutan dapat dipercepat dengan adanya program-program yang sistematis dan masif untuk mengkomunikasikan prinsip-prinsip ke semua pemangku kepentingan. Memang konsep ini masih relatif baru di Indonesia. Minimnya pemahaman berakibat minimnya kesadaran dan kepedulian. Padahal kerjasama dan dorongan para pemangku kepentingan diperlukan.
Taktik #2: Melakukan Kolaborasi Antara Pemerintah Dan Sektor Swasta
OJK dan pemerintah terus mengembangkan penerapan pola blended finance sebagai salah satu instrumen keuangan untuk membiayai tujuan Keuangan Keberlanjutan. Ide dasar blended finance adalah menciptakan skema pendanaan yang menarik bagi swasta. Caranya adalah dengan melibatkan pendanaan pemerintah dan lembaga internasional maupun filantropis. Selain itu pemerintah melalui OJK juga dapat berpartisipasi melalui berbagai insentif fiskal dan non fiskal, serta pemberian penghargaan.
Partisipasi pemerintah menunjukkan komitmen terhadap Keuangan Keberlanjutan. Demikian swasta akan mengikuti sinyal komitmen tersebut dan tidak melihat peraturan Keuangan Keberlanjutan sebagai suatu perintah saja.
Taktik #3: Membentuk Ekosistem Yang Semakin Lengkap
Ekosistem sangat penting di dalam dunia finansial. Ekosistem dapat mengurangi biaya akuisisi konsumen. Ekosistem dapat meningkatkan akses terhadap informasi dan kesempatan memonetisasinya. Ekosistem meningkatkan sinergi dan nilai dari masing-masing unsur di dalamnya. Karena itu untuk memastikan sistem Keuangan Berkelanjutan dapat diterima, OJK harus menyiapkan organisasi kelembagaan yang terintegrasi untuk membangun platform yang lebih komprehensif.
Taktik #4: Komitmen Komunitas Global Untuk Membantu Negara-Negara Berkembang
Menerapkan keuangan berkelanjutan tak mungkin dilakukan sendiri. Sebagaimana dijelaskan di atas, dibutuhkan sebuah ekosistem yang bilamana mungkin merupakan bagian dari ekosistem global. Disadari bahwa di negara berkembang, terdapat kekurangan sekitar 2,5 triliun dolar AS setiap tahunnya. Maka sulit bagi negara berkembang bila harus menutup kekurangan secara mandiri.
Di Indonesia sendiri diperlukan dana sebesar Rp884 triliun (periode 5 tahun) untuk membiayai proyek Sustainability Development Goals (SDGs). Dengan dukungan Forum Tri Hita, Indonesia telah berhasil mendapatkan dana USD2,46 miliar sebagai komitmen untuk membiayai 31 proyek melalui skema pembiayaan campuran, dari berbagai pemangku kepentingan domestik dan global.
OJK telah secara konsisten mencari dukungan dari komunitas global. Salah satu partner utamanya adalah International Financial Corporation. Selain isu dana, komunitas global seperti IFC juga bisa membantu dalam hal berbagi pengalaman, studi dan network (jaringan).
Taktik #5: Butuh Pengembangan Kapabilitas Terus Menerus
Selain mengembangkan ekosistem dan kerjasama, pemahaman dan keterampilan para pelaku bisnis juga harus terus menerus ditingkatkan. Salah satu keterampilan yang paling minimum adalah menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan yang tepat serta Laporan Keberlanjutan yang dapat menjangkau semua pemangku kepentingan. Keterampilan ini diperlukan agar perusahaan makin sadar dan makin mampu mengembangkan Keuangan Berkelanjutan dalam setiap aktivitas bisnisnya.
Baca juga: Tantangan Implementasi Keuangan Berkelanjutan di Indonesia
Sooca Design memiliki banyak artikel yang berkaitan dengan Keuangan Berkelanjutan dan artikel lainnya yang memberikan informasi dalam menjalankan perusahaan Anda. Sooca Design juga menyediakan jasa pembuatan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report). Hubungi kami di sini. Kunjungi juga akun instagram kami di @soocadesign