Korupsi, apapun tingkatannya, tidak akan menguuntungkan sebuah perusahaan dari sisi manapun. Maka, hal wajar bila perusahaan memiliki kebijakan anti korupsi. Sebaliknya, adalah hal aneh bila perusahaan tak menerapkannya. Laporan keberlanjutan pun mensyaratkan kebijakan anti korupsi di dalamnya. Penyusunan kebijakan anti korupsi dalam laporan keberlanjutan bisa mencantumkan jumlah total dan persentase operasi yang dinilai terhadap risiko terkait dengan korupsi dan risiko signifikan yang teridentifikasi. Hal ini mencakup antara lain:
- Laporkan jumlah total dan persentase operasi yang dinilai untuk risiko terkait dengan korupsi.
- Laporkan risiko yang signifikan terkait dengan korupsi yang diidentifikasi melalui asesmen risiko.
Kebijakan anti korupsi tak akan terwujud tanpa adanya komunikasi dan pelatihan. Maka, dalam penyusunan laporan keberlanjutan juga perlu mencantumkan komunikasi dan pelatihan mengenai kebijakan dan prosedur anti korupsi yang meliputi:
- Laporkan jumlah total dan persentase anggota badan tata kelola yang telah diinformasikan mengenai kebijakan dan prosedur anti-korupsi organisasi, yang dikelompokkan menurut wilayah.
- Laporkan jumlah total dan persentase karyawan yang telah diinformasikan mengenai kebijakan dan prosedur anti korupsi organisasi, yang dikelompokkan menurut kategori karyawan dan wilayah.
- Laporkan jumlah total dan persentase mitra bisnis yang telah diinformasikan mengenai kebijakan dan prosedur anti korupsi organisasi, yang dikelompokkan menurut jenis mitra bisnis dan wilayah.
- Laporkan jumlah total dan persentase anggota badan tata kelola yang telah menerima pelatihan mengenai anti korupsi, yang dikelompokkan menurut wilayah.
- Laporkan jumlah total dan persentase karyawan yang telah menerima pelatihan mengenai anti-korupsi, yang dikelompokkan menurut kategori karyawan dan wilayah.
Laporan keberlanjutan juga mungkin saja menjabarkan insiden korupsi yang terbukti dan tindakan yang diambil, seperti:
- Laporkan jumlah total dan sifat insiden korupsi yang terbukti.
- Laporkan jumlah total insiden terbukti di mana karyawan dikenakan pemutusan hubungan kerja atau sanksi disiplin karena korupsi.
- Laporkan jumlah total insiden yang terbukti saat kontrak dengan mitra bisnis yang diakhiri atau tidak diperpanjang karena pelanggaran terkait korupsi.
- Laporkan kasus hukum publik terkait korupsi yang diajukan terhadap organisasi atau karyawannya selama periode pelaporan dan hasil dari kasus tersebut.
Penerapan Kebijakan Anti Korupsi Dalam Laporan Keberlanjutan
Penyusunan laporan keberlanjutan juga perlu memerinci komitmen untuk menjalankan praktik bisnis yang bersih dan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan. Segala bentuk kecurangan (fraud) akan ditindak tegas.
Berdasarkan identifikasi risiko perusahaan, salah satu risiko yang memiliki potensi signifikan terhadap praktik korupsi, misalnya adalah risiko operasional. Risiko operasional merupakan jenis risiko yang timbul dalam kegiatan operasional di unit-unit kerja perusahaan, baik disebabkan oleh faktor eksternal yang sifatnya di luar kendali maupun faktor internal yang berasal dari dalam perusahaan.
Risiko operasional yang terkait korupsi dapat terjadi ketika tidak dipenuhinya SOP dan instruksi kerja dengan benar. Berbagai upaya telah dijalankan oleh perusahaan untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi di lingkungan perusahaan. Berkaitan dengan mitigasi risiko yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya korupsi, perusahaan telah mengembangkan sistem-sistem untuk mendukung kegiatan operasional yang berbasis Information Technology (IT), contohnya sistem e-Procurement dan whistle-blowing.
Kebijakan anti korupsi yang telah dikeluarkan oleh perusahaan bertujuan untuk memastikan agar kegiatan usaha perusahaan dilakukan sesuai dengan koridor hukum. Kebijakan anti korupsi tidak dapat dipisahkan dengan Kode Etik perusahaan dan juga tidak terlepas dari sikap dasar dan nilai budaya perusahaan.
Kebijakan anti korupsi dalam laporan keberlanjutan yang dikeluarkan perusahaan mencakup antara lain mengenai program dan prosedur yang dilakukan dalam mengatasi praktik korupsi, balas jasa (kickbacks), kecurangan (fraud), suap dan/atau gratifikasi pada perusahaan. Lingkup dari kebijakan tersebut harus menggambarkan pencegahan terhadap segala praktik korupsi, baik memberi atau menerima dari pihak lain. Perusahaan menjadikan anti korupsi sebagai aspek utama yang secara terus-menerus diawasi pada setiap kegiatan dan disosialisasikan kepada seluruh sumber daya manusia perusahaan maupun kepada pihak pihak yang terlibat dalam bisnis perusahaan.
Komiten perusahaan terhadap praktik bisnis anti korupsi juga tertuang dalam Pedoman Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance Code). Dalam pedoman tersebut dinyatakan bahwa seluruh sumber daya manusia perusahaan harus mematuhi panduan pokok kebijakan perusahaan yang antara lain mengatur mengenai integritas bisnis, kepatuhan terhadap peraturan, sistem pengadaan barang dan jasa yang menggunakan e-Procurement, benturan kepentingan, informasi orang dalam, transaksi dengan pihak berelasi, pemberian dan penerimaan hadiah, dan keterlibatan dalam politik.
Bila perusahaan memiliki pedoman lainnya, maka informasikan pula dalam laporan berkelanjutan, misalnya Pedoman Pencegahan Gratifikasi. Pedoman ini mengatur batasan gratifikasi dan mekanisme pelaporan serta sanksi dan pelanggarannya.
Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistle-blowing System/WBS) pun dibangun untuk memberikan wadah bagi berbagai pihak untuk menyampaikan pelaporan atas pelanggaran terhadap kebijakan dan/atau prosedur serta etika dan nilai-nilai perusahaan. WBS ini dikelola secara profesional oleh Satuan Pengawasan Internal. Secara prinsip penyusunan kebijakan WBS disusun dengan merujuk pada ketentuan perundang-undangan dan regulasi normatif yang berlaku Bila ada data jumlah pelapor, jenis laporan dan sebagainya, maka cantumkan dalam laporan berkelanjutan.
Kegiatan sosialisasi berbagai kebijakan anti korupsi pun dapat turut disampaikan dalam laporan berkelanjutan. Sosialisasi terhadap pihak internal, misalnya, dititikberatkan pada adanya pemahaman dan timbulnya kesadaran dan kebutuhan untuk menerapkan praktik bisnis dan tata perilaku anti korupsi secara konsisten. Secara internal, sosialisasi dilakukan oleh perusahaan melalui pelatihan, seminar, atau workshop. Sementara itu, sosialisasi kepada pihak eksternal ditujukan untuk memberikan pemahaman tentang cara kerja sesuai kebijakan anti korupsi yang berlaku di perusahaan.
Sumber:
Pedoman Laporan Keberlanjutan Perusahaan GRI4
Laporan Keberlanjutan Perusahaan 2019