Bencana yang terjadi saat ini menjadi salah satu sumber masalah bagi kualitas hidup manusia di dunia salah satu penyebabnya adalah akibat dari ulah manusia sendiri yang mengeksploitasi alam tanpa mengindahkan lingkungan di sekitarnya.
Salah satu akibat dari eksploitasi tersebut adalah kerusakan luar yang berupa kerusakan sebagai akibat aktivitas manusia dalam pengelolaan alam dalam usaha peningkatan kualitas hidup. Contoh aktivitas yang berakibat kerusakan luar adalah membuka sumber daya alam tanpa memperhatikan lingkungan hidup serta tidak mempertimbangkan segi efektivitas dan dampak terhadap lingkungan sekitar. Karena kerusakan luar ini disebabkan oleh manusia, maka manusia diharapkan lebih bertanggungjawab terhadap adanya upaya merusak lingkungan hidup. Kepentingan lingkungan hidup harus dipikirkan secara global dan dalam jangka waktu yang panjang demi kesejahteraan umat manusia.
Perlunya Laporan Keberlanjutan Perusahaan Ekstraksi SDA
Perusahaan yang mengeksplorasi SDA secara sembarangan dapat mengakibatkan menipisnya SDA yang ada. Kerusakan lingkungan berdampak pada ketersediaan SDA sebagai bahan baku produk yang dapat menurunkan pendapatan perusahaan. Perusahaan harus menggunakan SDA dengan efisien dengan memastikan ketersediaan SDA untuk generasi berikutnya dan mengolah limbah dengan efektif agar lingkungan tidak tercemar. Melihat tuntutan tersebut, perusahaan melakukan berbagai aktivitas-aktivitas sosial untuk menanggapi isu-isu sosial dan lingkungan di masyarakat. Setelah perusahaan melakukan aktivitas sosial tersebut, perusahaan perlu untuk melakukan pengungkapan laporan keberlanjutan.
Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia
Di Indonesia, pengaturan khusus tentang pengelolaan lingkungan hidup diatur pada Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU ini diterbitkan bertujuan untuk melindungi NKRI dari pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, mewujudkan pembangunan berkelanjutan hingga antisipasi isu lingkungan global.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Pembangunan berkelanjutan menurut UU No. 32 Tahun 2009 adalah “upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.”
Dasar Hukum Laporan Keberlanjutan Perusahaan Ekstraksi SDA
Regulasi yang mengatur perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam (SDA) untuk melakukan CSR adalah UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. CSR atau menurut UU ini disebut sebagai “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
Sehubungan dengan Laporan Keberlanjutan perusahaan ekstraksi SDA, perusahaan diwajibkan untuk melengkapi laporan tahunannya dengan laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 66 ayat 2 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Ditambah lagi dengan POJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik, mewajibkan perusahaan yang berbidang usaha ekstraksi SDA dan telah go public untuk menyusun laporan keberlanjutan sebagaimana diatur Pasal 10.
Melalui kegiatan CSR dan laporan keberlanjutan, diharapkan perusahaan dapat menunjukkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dimata investor dan stakeholders.
Standar Penyusunan Laporan Keberlanjutan Perusahaan Ekstraksi SDA
Dalam penyusunan laporan keberlanjutan perusahaan ekstraksi SDA, standar yang digunakan adalah seperti yang telah ditetapkan oleh Global Reporting Initiative (GRI). Laporan keberlanjutan menurut GRI adalah sistem pelaporan yang memungkinkan semua perusahaan dan organisasi untuk mengukur, memahami dan mengkomunikasikan informasi ekonomi, lingkungan, sosial sebagai tanggung jawab kepada stakeholder internal maupun eksternal mengenai kinerja organisasi dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Dari 41 perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI per 31 Desember 2018, hanya 9 perusahaan yang pernah mengungkapkan laporan keberlanjutan pada website resmi perusahaan periode tahun 2013-2016. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain adalah Adaro Energy Tbk, Bumi Resource Tbk, Indo Tambangraya Megah Tbk, Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk, Petrosea Tbk, Medco Energy International Tbk, Aneka Tambang (Persero) Tbk, Vale Indonesia Tbk, dan Timah (Persero) Tbk.
Sedikitnya perusahaan yang mengungkapkan laporan keberlanjutannya menunjukkan kesadaran perusahaan untuk mengungkapkan laporan keberlanjutan masih sangat kurang. Beberapa faktor yang membuat perusahaan enggan membuat laporan keberlanjutan adalah karena perusahaan tidak transparan dalam menjalankan bisnisnya dan tidak memiliki komitmen menjadi perusahaan dengan good corporate governance atau tata kelola perusahaan yang baik.
Faktor lainnya adalah perusahaan menganggap laporan keberlanjutan sebagai sebuah biaya tambahan. Padahal apabila CSR diperlakukan sebagai biaya, perusahaan justru bisa dimanfaatkan sebagai pengurang pajak. CSR dipersamakan seperti layaknya biaya gaji karyawan atau komponen biaya lainnya. Biaya ini kemudian akan mengurangi laba bersih, dan otomatis akan mengurangi pajak penghasilan.