Peraturan mengenai tata kelola perusahaan (GCG) memberikan kesan bahwa konsep GCG hanya perlu diterapkan pada perusahaan yang sudah go public. Hal ini paling nampak dari posisi Sekretaris Perusahaan yang memiliki peran sentral dalam penerapan tata kelola perusahaan sebelum IPO. Banyak perusahaan-perusahaan yang baru saja IPO ternyata belum memiliki orang untuk menduduki Sekretaris Perusahaan. Untuk sementara posisi ini masih dirangkap oleh salah seorang direktur. Ini memang bisa terjadi menurut aturan, akan tetapi sering kali perusahaan kemudian mengangkat individu terpisah sebagai Sekretaris Perusahaan dalam waktu tak lama sejak IPO.
Memang perusahaan yang belum go public dan tidak memiliki pemegang saham lebih dari 300, tidak memiliki kewajiban menerapkan GCG. Akan tetapi penerapan tata kelola perusahaan sebelum melakukan IPO akan membawa lebih banyak manfaat bagi perusahaan.
Manfaat Penerapan Tata Kelola Perusahaan Sebelum IPO
Pertama, persiapan untuk IPO merupakan persiapan yang lama dan rumit. Ini nyata terutama bagi perusahaan yang belum siap dalam penerapan GCG. Keterbukaan informasi yang dipersyaratkan dalam proses IPO sangat banyak. Contohnya adalah kelengkapan akta dan kontrak yang seringkali abai dalam perusahaan tertutup. Proses ini dapat dipersingkat apabila perusahaan sebelumnya sudah menerapkan GCG.
Kedua, reputasi yang lebih baik. Penerapan GCG menciptakan reputasi yang lebih baik. Reputasi tercipta dari relasi yang dibangun dengan para pemangku kepentingan. Di dalam proses IPO, perusahaan yang memiliki reputasi baik akan menghasilkan apresiasi lebih besar dari pemegang saham target. Apresiasi yang paling nyata adalah dari sisi banyaknya permintaan yang masuk. Perusahaan yang memiliki reputasi baik biasanya memiliki jumlah oversubscriber atau permintaan saham lebih yang tinggi.Dengan permintaan yang lebih besar daripada penawaran, maka harga pun terdongkrak. Karenanya harga IPO bisa lebih tinggi.
Ketiga, dengan reputasi yang sudah dibangun sebelumnya, anomali harga jatuh setelah IPO tidak terjadi. Di dalam IPO biasanya investor membeli dengan harapan ada pasar sekunder yang baik sehingga mereka dapat menjual dengan harga lebih tinggi. Apabila pasar sekunder yang diharapkan tidak ada, maka yang terjadi adalah harga jatuh setelah IPO. Konsekuensinya saham perusahaan akan dianggap saham yang kurang disukai atau kurang bagus untuk investasi.
Dengan reputasi perusahaan yang baik, pemegang saham perdana akan mempertahankan kepemilikannya. Maka dengan keputusan tidak menjual, harga saham tidak akan jatuh setelah IPO. Jadi reputasi yang sudah dibangun sebelumnya akan dipertahankan di dalam pasar modal.
Persiapan Tata Kelola Perusahaan Sebelum IPO
Pertama yang harus dilakukan adalah menempatkan seorang profesional GCG di dalam perusahaan. Posisinya adalah sebagai Sekretaris Perusahaan. Dialah yang akan mempelajari seluruh peraturan yang ada serta praktek-praktek terbaik GCG. Laporan yang pertama yang perlu dihasilkannya adalah rekomendasi agar direksi dan dewan komisaris dapat meningkatkan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang ada. Laporan kedua adalah standar GCG yang dapat dilaksanakan perusahaan ke depannya.
Kedua adalah mengelola seluruh dokumentasi di dalam perusahaan. Salah satunya adalah rekonstruksi organisasi. Organisasi yang baik memiliki dasar di dalam setiap tindakannya: Akta, keputusan rapat pemegang saham, direksi dan dewan komisaris, deskripsi kerja setiap jabatan, pendelegasian wewenang, kontrak sah atas ketenagakerjaan dan transaksi yang dilakukan, serta laporan keuangan yang sesuai standar. Pengelolaan dokumentasi ini akan memastikan semua prinsip GCG terpenuhi, yaitu transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi dan kesetaraan.
Ketiga, menunjuk auditor eksternal untuk memastikan kepatuhan pelaporan keuangan sesuai dengan standar.
Keempat adalah dengan menempatkan komisaris independen. Mungkin sulit untuk dibayangkan kebutuhan seorang komisaris independen bila perusahaan ingin tetap tertutup. Tapi ketika perusahaan sudah siap go public, ada baiknya komisaris independen sudah ditempatkan sebelum IPO. Komisaris independen dapat membantu menyusun kebijakan-kebijakan dewan komisaris yang lebih berimbang bagi para pemegang saham minoritas.
Baca juga: Penyusunan Laporan Keberlanjutan Perusahaan Go Public
Tantangan Perusahaan Keluarga
Perusahaan yang dimiliki oleh keluarga biasanya adalah yang paling sulit untuk menerapkan GCG. Mereka sudah terbiasa dengan praktek-praktek yang diterima oleh pemegang sahamnya sehingga sulit untuk berubah. Terutama sekali mereka sulit membiasakan diri dengan prinsip transparansi yang mengharuskan mereka terbuka tentang semua hal.
Penelitian menunjukkan bahwa persentase perusahaan keluarga yang menerapkan GCG sangat rendah, terutama bila perusahaan masih dikelola oleh generasi kedua. Jumlah ini meningkat ketika perusahaan dikelola oleh generasi ketiga. Salah satu sebabnya adalah makin rumitnya isu-isu yang timbul karena jumlah pemilik makin banyak dan nilai perusahaan sudah memudar.
Isu-isu seputar perusahaan keluarga harus diselesaikan. Beberapa isu tersebut adalah pertama, tidak ada kesepakatan tentang keberlanjutan perusahaan. Beberapa pemegang saham mungkin menginginkan perusahaan dijual sementara lainnya ingin mempertahankan. Isu kedua adalah rencana suksesi. Menemukan konsensus tentang siapa yang akan memimpin pada generasi selanjutnya sangat sulit. Hal ini lebih lagi ketika ukuran perusahaan makin besar. Ini dapat memicu konflik yang tak ada habisnya. Isu-isu ini seharusnya dapat diselesaikan dengan penerapan prinsip-prinsip GCG. Sayangnya kebanyakan perusahaan keluarga baru akan mulai menerapkan tata kelola perusahaan persis sebelum go public dan karenanya kurang efektif.